KPR (Kredit Pemilikan Rumah) adalah kredit yang diberikan bank atau lembaga pembiayaan (multi finance) kepada nasabah untuk membeli rumah dari pihak developer. Pihak dalam KPR ini ada 3 (tiga), yaitu; pembeli (nasabah), developer, dan bank (atau lembaga pembiayaan).
Mekanisme KPR pada umumnya sbb;
(1) Nasabah (pembeli) membayar DP kepada developer misalnya 20% dari harga rumah, setelah pembeli memenuhi syarat-syarat administratif (KTP, Kartu Keluarga, slip gaji, dll).
(2) Nasabah mengajukan kredit pinjaman senilai 80% dari harga rumah kepada bank (atau lembaga pembiayaan).
(3) Nasabah melunasi pinjaman tersebut kepada bank secara angsuran disertai bunga. Nasabah menjadikan rumah yang dibeli sebagai agunan (jaminan). Jika nasabah melakukan wanprestasi (cedera janji), seperti terlambat membayar angsuran, maka bank akan mengenakan denda.
KPR hukumnya haram menurut syariah Islam, karena 3 (tiga) alasan berikut ini;
Pertama, karena dalam KPR terjadi riba dalam muamalah antara nasabah dengan bank. Padahal Islam telah mengharamkan riba. (Lihat QS Al Baqarah [2] : 275). Riba tersebut berupa bunga atas pokok utang yang dipungut oleh bank dari nasabah. Para ulama telah sepakat, bahwa setiap tambahan yang disyaratkan dalam akad utang (dain) adalah riba yang hukumnya haram. Imam Ibnul Mundzir berkata :
وأجمعوا على أن المسلف إذا شرط عشر السلف هدية أو زيادة فأسلفه على ذلك أن أخذه الزيادة ربا
”Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa pemberi pinjaman jika mensyaratkan [kepada penerima pinjaman] sepersepuluh dari nilai pinjaman sebagai hadiah atau tambahan, lalu dia memberi pinjaman dengan ketentuan tersebut, maka pengambilan tambahan atas pinjaman itu adalah riba.” (wa ajma’uu ‘alaa anna al muslifa idzaa syaratha ‘usyra as salafi hadiyyatan aw ziyaadatan fa-aslafahu ‘alaa dzaalika anna akhdzahu az ziyaadata riba). (Ibnul Mundzir, Al Ijma’, hlm. 109).
Kedua, karena dalam KPR nasabah menjadikan barang yang dibeli (yaitu rumah) sebagai jaminan (rahn). Menjaminkan barang objek jual beli (rahn al mabii’) secara syariah tidak dibolehkan. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i seperti dikutip oleh Imam Ibnu Qudamah sebagai berikut :
وإذا تبايعا بشرط أن يكون المبيع رهنا على ثمنه, لم يصح قاله ابن حامد وهو قول الشافعي لأن المبيع حين شرط رهنه لم يكن ملكا له
“Jika dua orang berjual beli dengan syarat menjadikan barang yang dibeli sebagai jaminan atas harganya, maka jual belinya tidak sah. Ini dikatakan oleh Ibnu Hamid dan juga pendapat Syafi’i. Sebab barang yang dibeli ketika disyaratkan menjadi jaminan (rahn), berarti barang itu belum menjadi milik pembeli. (Ibnu Qudamah, Al Mughni, Juz 4, hlm. 285, Kitab Ar Rahn).
Imam Ibnu Hajar Al Haitami berkata :
لا يصح البيع بشرط رهن المبيع
”Tidak sah jual beli dengan syarat menjaminkan barang yang dibeli.” (Ibnu Hajar Al Haitami, Al Fatawa al Fiqhiyah al Kubra, Juz 2, hlm. 279).
Imam Ibnu Hazm berkata :
وَلاَ يَجُوزُ بَيْعُ سِلْعَةٍ عَلَى أَنْ تَكُونَ رَهْنًا ، عَنْ ثَمَنِهَا , فَإِنْ وَقَعَ فَالْبَيْعُ مَفْسُوخٌ
”Tidak boleh menjual suatu barang dengan syarat menjadikan barang itu sebagai jaminan atas harganya. Kalau jual beli sudah terlanjur terjadi, harus dibatalkan (di-fasakh).” (Ibnu Hazm, Al Muhalla, Juz 3, hlm. 417, masalah 1228).
Ketiga, karena dalam KPR biasanya ada denda dari bank jika nasabah melakukan wanprestasi (cederajanji) terhadap perjanjian kredit (PK). Misalnya denda kepada nasabah yang menunggak pembayaran angsuran per bulan. Atau denda kepada nasabah yang melunasi sisa angsurannya lebih awal dari waktu yang seharusnya. Kedua macam denda tersebut hakikatnya adalah riba yang diharamkan Islam, karena ia merupakan tambahan yang disyaratkan atas pokok utang. (Prof. Dr. Ali Muhammad Al Husain Ash Showa, Al Syarath Al Jaza`iy fi Al Duyuun : Dirasah Fiqhiyyah Muqaranah, hlm. 23-25).
Kesimpulannya, KPR hukumnya haram dalam Syariah Islam. Pihak yang melakukan keharaman ini adalah nasabah dan bank yang secara langsung terlibat dalam riba. Pihak developer, walau tak terlibat langsung, namun turut berdosa karena menjadi perantara bagi terjadinya riba. Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan :
الوسيلة إلى الحرام حرام
“Al wasiilah ilal haraam haram. “Setiap wasilah (perantaraan) kepada yang haram, hukumnya haram juga.”
Solusi syariah untuk KPR adalah akad jual beli secara angsuran (bai’ bi at taqsiith) antara developer dengan pembeli untuk rumah siap huni. Jika rumahnya tak siap huni (perlu dibangun dulu), dapat menggunakan akad bai’ al istishna’, yaitu jual beli dengan pembuatan barang. Kedua akad tersebut haruslah tanpa melibatkan pihak ketiga (bank atau lembaga pembiayaan), dan boleh ada jaminan asalkan bukan rumah objek jual beli. Wallahu a’lam.
Info Lebih Lanjut Terkait Perumahan KPR Syariah Tanpa Bank Kamaly Townhouse